Kekuasaan dan Politik Dalam Organisasi
Oleh : Syeh Assery
Studi
tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa
studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan
Politik adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap
organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk
dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat
mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada
saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan
satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah
pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu
interaksi antara dua atau lebih individu.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Studi
tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa
studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan
Politik adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap
organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk
dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat
mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada
saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan
satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah
pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu
interaksi antara dua atau lebih individu.
Politik
tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga
terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan,
kelompok, bahkan pada unit keluarga. Politik adalah suatu jaringan
interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan
digunakan.
Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer, serta
kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai,
kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.
Adapun asumsi dasar organisasi yaitu: (1) organisasi adalah koalisi yang terdiri dari berbagai individu dan kelompok dengan berbagai kepentingan, (2)
dalam organisasi selalu ada potensi perbedaan menyangkut kepribadian,
keyakinan, kepentingan, sikap, persepsi, dan minat dari para anggotanya,
(3) kekuasaan memainkan peranan penting dalam memperebutkan sumberdaya, (4) tujuan organisasi, pengambilan keputusan dan proses manajemen lainnya, (5)
karena keterbatasan sumber daya dan setiap aktor berebut kepentingan,
maka konflik adalah wajar (natural) dalam kehidupan organisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakan pengertian kekuasaan dan politik dalam organisasi?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan untuk mengetahui dan memahami arti kekuasaan dan arti politik internal dalam organisasi.
1..4 Manfaat Penulisan
Manfaat
yang dapat diambil dari pembuatan tugas ini adalah memperkaya pemahaman
tentang pengaruh kekuasaan dan politik dalam organisasi.
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan dilakukan dengan kajian kepustakaan atas jurnal-jurnal terkait dan buku teks Perilaku Organisasional.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika
Penulisan dimulai dengan Bab I Pendahuluan berisi Latar Belakang,
Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika. Bab II. Pembahasan terdiri dari Pengertian Kekuasaan, Tipe Kekuasaan, Sumber Kekuasaan, Politik Internal, Elemen Politik Internal, Simulasi Politik Internal dalam Organisasi
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kekuasaan
Dahl
(1957) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan atas B sehingga A dapat
meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan
dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus.
Riker
(1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-benar
didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan adalah
kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan
pengaruh yang sebenarnya.
Sedangkan
Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar
dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi, dan
bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang.
Boulding
(1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat
mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini
diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di
seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana
para pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka
inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau
kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan
hasil-hasil organisasi.
2.2 Tipe-tipe Kekuasaan
Menurut Tosi, Rizzo, dan Carrol (1990), ada lima tipe kekuasaan, yaitu :
2.2.1 Reward Power
Tipe
kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi
ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang
lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan. Dalam
deskripsi konkrit adalah jika anda dapat menjamin atau memberi
kepastian gaji atau jabatan akan meningkat, maka dapat menggunkan reward
power. Bahwa seseorang dapat melakukan reward power karena ia mampu
memberi kepuasan kepada orang lain.
2.2.2 Coercive Power
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain. Tipe
koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang
mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit,
mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan. Menurut David
Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan
akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas
perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat
mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya.
2.2.3 Referent Power
Tipe
kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking,
dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai
kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang
lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para
bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas
pekerjaan yang diberikan atasannya.
2.2.4 Expert Power
Kekuasaan
yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diri pada suatu keyakinan
bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki
pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu
persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki expert power tentang
pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu
berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang
diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
2.2.5 Legitimate Power
Kekuasaan
yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika
seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk
mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi.
Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan
terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika
seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka
orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan
kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.
Bahwa
kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti
penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna
mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Seharusnya
orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit
menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling
efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk
melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka. Cara-cara
koersif dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan
secara spontan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka
pahami berasal dari Definisi tradisional kekuasaan difokuskan pada
kemampuan perorangan untuk menentukan atau membatasi hasil-hasil.
2.3 Sumber-Sumber Kekuasaan dalam Organisasi
Kekuasaan
Berdasarkan Kedudukan memiliki pengaruh potensial yang berasal dari
kewenangan yang sah karena kedudukannya dalam organisasi terdiri dari:
Kewenangan Formal dan Kekuasaan Pribadi.
Kewenangan
Formal, yaitu kewenangan yang mengacu pada hak prerogatif, kewajiban
dan tanggung jawab seseorang berkaitan dengan kedudukannya dalam
organisasi atau sistem sosial.
Kontrol
terhadap sumber daya dan imbalan, merupakan kontrol dan penguasaan
terhadap sumber daya dan imbalan terkait dengankedudukan formal. Makin
tinggi posisi seseorang dalam hirarki organisasi, makin banyak kontrol
yang dipunyai orang tersebut terhadap sumber daya yang terbatas. Kontrol
terhadap hukuman merupakan kapasitas untuk mencegah seseorang
memperoleh imbalan.. Kontrol terhadap informasi menyangkut kontrol
terhadap akses terhadap informasi penting maupun kontrol terhadap
distribusinya kepada orang lain. Kontrol ekologis menyangkut kontrol
terhadap lingkungan fisik, teknologi dan metode pengorganisasian
pekerjaan.
Kekuasaan
pribadi menjelaskan bahwa kelompok sumber kekuasaan berdasarkan
kedudukan akan berlimpah pada orang-orang yang secara hirarki mempunyai
kedudukan dalam organisasi. Pengaruh potensial yang melekat pada
keunggulan individu terdiri dari: Kekuasaan keahlian (expert power),
Kekuasaan kesetiaan (referent power), dan Kekuasaan karisma.
Kekuasaan
keahlian (expert power) merupakan kekuasaan yang bersumber dari
keahlian dalam memecahkan masalah tugas-tugas penting. Semakin
tergantung pihak lain terhadap keahlian seseorang, semakin bertambah
kekuasaan keahlian (expert power) orang tersebut.
Kekuasaan
kesetiaan (referent power) merupakan potensi seseorang yang menyebabkan
orang lain mengagumi dan memenuhi permintaan orang tersebut. Referent
power terkait dengan keterampilan interaksi antar pribadi, seperti
pesona, kebijaksanaan, diplomasi dan empati.
Kekuasaan
karisma merupakan sifat bawaan dari seseorang yang mencakup penampilan,
karakter dan kepribadian yang mampu mempengaruhi orang lain untuk suatu
tujuan tertentu.
2.4 Pengertian Politik Internal
Dhal
(1957) menyatakan politik adalah aktifitas untuk mendapatkan,
mengembangkan, menggunakan kekuasaan dan sumber-sumber lannya untuk
memperoleh hasil yang diinginkan dalam situasi dimana adanya
ketidakpastian atau adanya ketidaksepakatan tentang suatu pilihan.
Politik didefinisikan sebagai “setiap pola hubungan yang kokoh
antarmanusia dan melibatkan secara cukup mencolok kendali, pengaruh,
kekuasaan dan kewenangan”.
Karl
Albrecht (1983) memberikan pemahaman bahwa suatu organisasi akan
dipengaruhi factor-faktor politis internal yang berkaitan dengan budaya
organisasi dan gaya manajemen. Faktor-faktor politis yang dimaksud
Albrecht merupakan iklim politik organisasi yang pada prinsipnya juga
mempengaruhi iklim organisasi secara keseluruhan. Elemen Politik
internal Organisasi yaitu faktor-faktor internal dalam organisasi,
kultur, dan gaya manajemen, yang mempengaruhi para pengambil keputusan
dalam melaksanakan fungsi manajemennya.
Politik
keorganisasian adalah serangkaian tindakan yang secara formal tidak
diterima dalam suatu organisasi dengan cara mempengaruhi orang lain
untuk mencapai tujuan individu (Greenberg dan Baron, 1997).
Kreitner
(2006) menjelaskan factor-faktor utama yang menyebabkan munculnya
perilaku berpolitik adalah ketidakpastian dalam organisasi : tujuan
tidak jelas, ukuran prestasi dan kinerja tidak terstandar, proses
pembuatan keputusan tidak terdefinisi dengan baik, kompetisi antar
individu dan kelompok tinggi, dan perubahan.
2.5 Elemen Politik Internal
Albrecht
(1983) mengungkapkan ada lima elemen iklim politis organisasi yang
hendaknya dapat dipahami manajer senior dalam mengendalikan organisasi.
- Inner Circle Relationship
- Axis of Influence
- Informal Power Centers
- Polarizing Elements
- Informal Coalitions
Inner
Circle Relationship. Mengidentifikasi hubungan Manager Upper dengan
Chief Executive. Apakah hubungan tersebut bersifat kekeluargaan, kerabat
atau pertemanan (Friendlines) . Disamping itu adakah Kolaborasi antar
manajer dan adakah grup khusus baik dari dalam dept maupun dari luar
dept yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
Axis
of Influence. Mengidentifikasi hubungan pertemanan dari manager
menengah/area yang memiliki hubungan langsung ke Chief Executive tanpa
melewati Manajer Divisinya. Apakah ada hubungan khusus antara berbagai
manajer level menengah dengan pimpinan puncak sehingga dapat
mengesampingkan peran manajer divisinya. Bisa jadi hubungan tersebut
timbul karena memang adanya special expertise (keahlian khusus) yang
dimilikinya dalam pengelolaan unit yang dipimpinnya sehingga dapat
melaksanakan tugas-tugas tanpa diperlukan manager divisi.
Informal Power Centers. Adakah karyawan level operasional yang memiliki hubungan khusus/pertemanan dengan manajer senior, sehingga melewati atasannya.
Polarizing
Elements. Adakah ketidakcocokan antara Manajer dengan bawahannya dan
dalam hal apa sajakah itu terjadi, dalam semua aktivitas organisasi atau
hanya perbedaan yang tidak prinsip saja. Timbulnya
hubungan antar personal yang saling berkompetisi sehingga mempengaruhi
interaksi emosional bila akan mempengaruhi pengambilan keputusan maka
akan menjadi kendala pelaksanaan tugas-tugas saja.
Informal
Coalitions. Adakah grup manajer yang berkoalisi untuk menolak keputusan
atau mengambil keputusan yang lain dengan yang sudah ditetapkan manajer
atasnya. Dan sejauh mana hal ini akan diteruskan.
2. 6 Beberapa Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi
Untuk
memahami komponen politik dari organisasi, mengkaji taktik dan strategi
yang digunakan oleh seseorang atau subunit untuk meningkatkan
peluangnya dalam memenangkan permainan politik, individu atau subunit
dapat menggunakan beberapa taktik poltik untuk memperoleh kekuasaan
dalam mencapai tujuan. Taktik memainkan politik dalam organisasi adalah
sebagai berikut:
Meningkatkan
ketidakmampuan mengganti. Jika dalam suatu organisasi hanya ada
satu-satunya orang atau subunit yang mampu melakukan tugas yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan sebagai memiliki ketidakmampuan mengganti.
Dekat
dengan manajer yang berkuasa. Cara lain untuk memperoleh kekuasaan
adalah dengan mengadakan pendekatan dengan manajer yang sedang berkuasa.
Membangun
koalisi. Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang
memiliki kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik yang dipakai
oleh manajer untuk memperoleh kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai
dengan keinginanya.
Mempengaruhi
proses pengambilan keputusan. Dua taktik untuk mengendalikan proses
pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan nampaknya memiliki
legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi yaitu mengendalikan
agenda dan menghadirkan ahli dari luar.
Menyalahkan
atau menyerang pihak lain. Manajer biasanya melakukan ini jika ada
sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak dapat menerima kegagalannya
dengan cara menyalahkan pihak lain yang mereka anggap sebagai
pesaingnya.
Memanipulasi
informasi. Taktik lain yang sering dilakukan adalah manipulasi
informasi. Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi kepada
pihak lain secara selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya.
Menciptakan
dan menjaga image yang baik. Taktik positif yang sering dilakukan
adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal ini
meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan
baik dengan semua orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan
orang-orang penting dan hal yang sejenisnya.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa
studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit.
Beberapa studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Pada
saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan
satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah
pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu
interaksi antara dua atau lebih individu.
Kekausaan dan Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer, serta
kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai,
kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.
3.2 Saran
Studi
selanjutya yang dapat dilakukan antara lain berkaitan dengan
elemen-elemen iklim politik organisasi diatas. Elemen-elemen tersebut
dapat dianalisis sejauh mana mempengaruhi pengambilan keputusan. Pada
dasarnya ada organisasi yang akan dipengaruhi secara positif dengan
adanya berbagai faktor diatas, atau bahkan akan timbul efek negatif bila
faktor-faktor politis organisasi diatas terlaksana.
Referensi:
Michael Beer. Organizational Behavior and Development. Harvard Business Review. 115. 1998.
Carolyn
Bourdeaux and Grace Chikoto. Legislative Influence on Perfiormance
Management Reform. Public Administration review. Mar/Apr 2008. p53.
Nigel Nicholson and Rod White. Darwinism—A new paradigm for organizational behavior? Journal of Organizational Behavior, 27, 2006, 111–119.
Perilaku Organisasional. DR. Sopiah, MM, MPd. Penerbit Andi. 2008
Joyce
S Osland, David A Kolb, Irwin M Rubin. Organizational Behavior, an
Experiential Approach. Seventh Edition. Prentice Hall. 1995.
Karl
Albrecht. Organizational Development: A Total System Approach to
positive Change in Any Business Organization; Englewood Cliffs, NJ;
Prentice Hall Inc; 1983.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar