Jumat, 16 November 2012

Kekuasaan dan Politik Dalam Organisasi


Oleh : Syeh Assery

Studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.

Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu.
 BAB I. PENDAHULUAN

 1.1 Latar belakang
Studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.

Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu.

Politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan pada unit keluarga. Politik adalah suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan digunakan.

Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer,  serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai, kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

Adapun asumsi dasar organisasi yaitu: (1) organisasi adalah koalisi yang terdiri dari berbagai individu dan kelompok dengan berbagai kepentingan, (2) dalam organisasi selalu ada potensi perbedaan menyangkut kepribadian, keyakinan, kepentingan, sikap, persepsi, dan minat dari para anggotanya, (3) kekuasaan memainkan peranan penting dalam memperebutkan sumberdaya, (4) tujuan organisasi, pengambilan keputusan dan proses manajemen lainnya, (5) karena keterbatasan sumber daya dan setiap aktor berebut kepentingan, maka konflik adalah wajar (natural) dalam kehidupan organisasi.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakan pengertian kekuasaan dan politik dalam organisasi?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan untuk mengetahui dan memahami arti kekuasaan dan arti politik internal dalam organisasi.

1..4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan tugas ini adalah memperkaya pemahaman tentang pengaruh kekuasaan dan politik dalam organisasi.

1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan dilakukan dengan kajian kepustakaan atas jurnal-jurnal terkait dan buku teks Perilaku Organisasional.

1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan dimulai dengan Bab I Pendahuluan berisi Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika. Bab II. Pembahasan terdiri dari Pengertian Kekuasaan, Tipe Kekuasaan, Sumber Kekuasaan, Politik Internal, Elemen Politik Internal, Simulasi Politik Internal dalam Organisasi

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kekuasaan
Dahl (1957) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus.

Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.

Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang.

Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.

2.2 Tipe-tipe Kekuasaan
Menurut Tosi, Rizzo, dan Carrol (1990), ada lima tipe kekuasaan, yaitu :

2.2.1 Reward Power
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain.  Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan.  Dalam deskripsi konkrit adalah jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan akan meningkat, maka dapat menggunkan reward power.  Bahwa seseorang dapat melakukan reward power karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain.

2.2.2 Coercive Power
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain.  Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan.  Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

2.2.3 Referent Power
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya.  Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.

2.2.4 Expert Power
Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan.  Seorang atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan.  Inilah indikasi dari munculnya expert power.

2.2.5 Legitimate Power
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi.  Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural.  Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.

Bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit menggunakan insentif dan koersif.  Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka.  Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara spontan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari Definisi tradisional kekuasaan difokuskan pada kemampuan perorangan untuk menentukan atau membatasi hasil-hasil.


2.3 Sumber-Sumber  Kekuasaan  dalam  Organisasi
Kekuasaan Berdasarkan Kedudukan memiliki pengaruh potensial yang berasal dari kewenangan yang sah karena kedudukannya dalam organisasi terdiri dari: Kewenangan Formal dan Kekuasaan Pribadi.

Kewenangan Formal, yaitu kewenangan yang mengacu pada hak prerogatif, kewajiban dan tanggung jawab seseorang berkaitan dengan kedudukannya dalam organisasi atau sistem sosial.

Kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, merupakan kontrol dan penguasaan terhadap sumber daya dan imbalan terkait dengankedudukan formal. Makin tinggi posisi seseorang dalam hirarki organisasi, makin banyak kontrol yang dipunyai orang tersebut terhadap sumber daya yang terbatas. Kontrol terhadap hukuman merupakan kapasitas untuk mencegah seseorang memperoleh imbalan.. Kontrol terhadap informasi menyangkut kontrol terhadap akses terhadap informasi penting maupun kontrol terhadap distribusinya kepada orang lain. Kontrol ekologis menyangkut kontrol terhadap lingkungan fisik, teknologi dan metode pengorganisasian pekerjaan.

Kekuasaan pribadi menjelaskan bahwa kelompok sumber kekuasaan berdasarkan kedudukan akan berlimpah pada orang-orang yang secara hirarki mempunyai kedudukan dalam organisasi. Pengaruh potensial yang melekat pada keunggulan individu terdiri dari: Kekuasaan keahlian (expert power), Kekuasaan kesetiaan (referent power), dan Kekuasaan karisma.

Kekuasaan keahlian (expert power) merupakan kekuasaan yang bersumber dari keahlian dalam memecahkan masalah tugas-tugas penting. Semakin tergantung pihak lain terhadap keahlian seseorang, semakin bertambah kekuasaan keahlian (expert power) orang tersebut.

Kekuasaan kesetiaan (referent power) merupakan potensi seseorang yang menyebabkan orang lain mengagumi dan memenuhi permintaan orang tersebut. Referent power terkait dengan keterampilan interaksi antar pribadi, seperti pesona, kebijaksanaan, diplomasi dan empati.

Kekuasaan karisma merupakan sifat bawaan dari seseorang yang mencakup penampilan, karakter dan kepribadian yang mampu mempengaruhi orang lain untuk suatu tujuan tertentu.

2.4 Pengertian Politik Internal
Dhal (1957) menyatakan politik adalah aktifitas untuk mendapatkan, mengembangkan, menggunakan kekuasaan dan sumber-sumber lannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan dalam situasi dimana adanya ketidakpastian atau adanya ketidaksepakatan tentang suatu pilihan. Politik didefinisikan sebagai “setiap pola hubungan yang kokoh antarmanusia dan melibatkan secara cukup mencolok kendali, pengaruh, kekuasaan dan kewenangan”.

Karl Albrecht (1983) memberikan pemahaman bahwa suatu organisasi akan dipengaruhi factor-faktor politis internal yang berkaitan dengan budaya organisasi dan gaya manajemen. Faktor-faktor politis yang dimaksud Albrecht merupakan iklim politik organisasi yang pada prinsipnya juga mempengaruhi iklim organisasi secara keseluruhan. Elemen Politik internal Organisasi yaitu faktor-faktor internal dalam organisasi, kultur, dan gaya manajemen, yang mempengaruhi para pengambil keputusan dalam melaksanakan fungsi manajemennya.
Politik keorganisasian adalah serangkaian tindakan yang secara formal tidak diterima dalam suatu organisasi dengan cara mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan individu (Greenberg dan Baron, 1997).

Kreitner (2006) menjelaskan factor-faktor utama yang menyebabkan munculnya perilaku berpolitik adalah ketidakpastian dalam organisasi : tujuan tidak jelas, ukuran prestasi dan kinerja tidak terstandar, proses pembuatan keputusan tidak terdefinisi dengan baik, kompetisi antar individu dan kelompok tinggi, dan perubahan.
2.5 Elemen Politik Internal

Albrecht (1983) mengungkapkan ada lima elemen iklim politis organisasi yang hendaknya dapat dipahami manajer senior dalam mengendalikan organisasi.
  1. Inner Circle Relationship
  2. Axis of Influence
  3. Informal Power Centers
  4. Polarizing Elements
  5. Informal Coalitions
Inner Circle Relationship. Mengidentifikasi hubungan Manager Upper dengan Chief Executive. Apakah hubungan tersebut bersifat kekeluargaan, kerabat atau pertemanan (Friendlines) . Disamping itu adakah Kolaborasi antar manajer dan adakah grup khusus baik dari dalam dept maupun dari luar dept yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.

Axis of Influence. Mengidentifikasi hubungan pertemanan dari manager menengah/area yang memiliki hubungan langsung ke Chief Executive tanpa melewati Manajer Divisinya. Apakah ada hubungan khusus antara berbagai manajer level menengah dengan pimpinan puncak sehingga dapat mengesampingkan peran manajer divisinya. Bisa jadi hubungan tersebut timbul karena memang adanya special expertise (keahlian khusus) yang dimilikinya dalam pengelolaan unit yang dipimpinnya sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas tanpa diperlukan manager divisi.

Informal Power Centers.  Adakah karyawan level operasional yang memiliki hubungan khusus/pertemanan dengan manajer senior, sehingga melewati atasannya. 

Polarizing Elements. Adakah ketidakcocokan antara Manajer dengan bawahannya dan dalam hal apa sajakah itu terjadi, dalam semua aktivitas organisasi atau hanya perbedaan yang tidak prinsip saja. Timbulnya hubungan antar personal yang saling berkompetisi sehingga mempengaruhi interaksi emosional bila akan mempengaruhi pengambilan keputusan maka akan menjadi kendala pelaksanaan tugas-tugas saja.

Informal Coalitions. Adakah grup manajer yang berkoalisi untuk menolak keputusan atau mengambil keputusan yang lain dengan yang sudah ditetapkan manajer atasnya. Dan sejauh mana hal ini akan diteruskan.

2. 6 Beberapa Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi
Untuk memahami komponen politik dari organisasi, mengkaji taktik dan strategi yang digunakan oleh seseorang atau subunit untuk meningkatkan peluangnya dalam memenangkan permainan politik, individu atau subunit dapat menggunakan beberapa taktik poltik untuk memperoleh kekuasaan dalam mencapai tujuan. Taktik memainkan politik dalam organisasi adalah sebagai berikut:

Meningkatkan ketidakmampuan mengganti. Jika dalam suatu organisasi hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang mampu melakukan tugas  yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan sebagai memiliki ketidakmampuan mengganti.

Dekat dengan manajer yang berkuasa. Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah dengan mengadakan pendekatan dengan manajer yang sedang berkuasa.

Membangun koalisi. Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang memiliki kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik yang dipakai oleh manajer untuk memperoleh kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai dengan keinginanya.

Mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Dua taktik untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan nampaknya memiliki legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda dan menghadirkan ahli dari luar.

Menyalahkan atau menyerang pihak lain. Manajer biasanya melakukan ini jika ada sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak dapat menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan pihak lain yang mereka anggap sebagai pesaingnya.

Memanipulasi informasi. Taktik lain yang sering dilakukan adalah manipulasi informasi. Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi kepada pihak lain secara selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya.

Menciptakan dan menjaga image yang baik. Taktik positif yang sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan hal yang sejenisnya. 

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bahwa studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu.

Kekausaan dan Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer,  serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai, kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

3.2 Saran
Studi selanjutya yang dapat dilakukan antara lain berkaitan dengan elemen-elemen iklim politik organisasi diatas. Elemen-elemen tersebut dapat dianalisis sejauh mana mempengaruhi pengambilan keputusan. Pada dasarnya ada organisasi yang akan dipengaruhi secara positif dengan adanya berbagai faktor diatas, atau bahkan akan timbul efek negatif bila faktor-faktor politis organisasi diatas terlaksana.

Referensi:

Michael Beer. Organizational Behavior and Development. Harvard Business Review. 115. 1998.

Carolyn Bourdeaux and Grace Chikoto. Legislative Influence on Perfiormance Management Reform. Public Administration review. Mar/Apr 2008. p53.

Nigel Nicholson and Rod White. Darwinism—A new paradigm for organizational behavior?  Journal of Organizational Behavior, 27, 2006, 111–119.

Perilaku Organisasional. DR. Sopiah, MM, MPd. Penerbit Andi. 2008
Joyce S Osland, David A Kolb, Irwin M Rubin. Organizational Behavior, an Experiential Approach. Seventh Edition. Prentice Hall. 1995.
Karl Albrecht. Organizational Development: A Total System Approach to positive Change in Any Business Organization; Englewood Cliffs, NJ; Prentice Hall Inc; 1983.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar